BONDOWOSO, Zonapos.co.id – Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Wonosari, mengadakan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw., bersama Pengurus Banom, Lembaga dan Ranting NU Se Kecamatan Wonosari.
Acara ini dilangsungkan dengan meriah dan penuh makna dengan mengundang sosok ulama terkemuka, DR (HC) KH. Afifuddin Muhajir, M.Ag., Wakil Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), untuk memberikan ceramah dan sarasehan dengan tema ‘Mengukuhkan Peran NU dalam Membangun Peradaban di Abad Ke 2’ di Gedung Aula MWC NU Wonosari. Rabu (11/10/2023)
KH. Junaidi Mu’thi, Rais Syuriah PCNU Bondowoso dalam sambutannya menyampaikan apresiasi dan bangga kepada pengurus MWC NU Wonosari karena mampu menghadirkan KH. Afifuddin Muhajir, Wakil Rais ‘Aam PBNU.
“Sebuah kebahagiaan bagi saya bisa hadir dalam acara ini, dan saya bangga kepada pengurus MWC NU Wonosari telah mengemas acara sederhana ini, namun menghadirkan KH. Afifuddin Muhajir, Wakil Rais ‘Aam PBNU. Jadi ceritanya PCNU Bondowoso ini ngampung di acaranya MWC NU Wonosari, karena seharusnya PCNU yang Ngundang di acara halaqoh dan ini sudah nyalip (melampaui) program PCNU Bondowoso.” ungkapnya dengan rasa bangga.
Ia juga menjelaskan bahwa NU sebagai sarana perjuangan, perlu mendapatkan dukungan dari semua lapisan masyarakat untuk mengawal dan mempertahankan riayatud din dan riayatut daulah.
“Salah satu syarat keberhasilan perjuangan NU adalah dukungan dari semua lapisan masyarakat. Kalau tidak maka NU akan berjalan di tempat. Kita adalah senjatanya NU sesuai dengan tugas masing-masing tingkatan untuk terus bergerak dan berjuang. Kita harus mengawal dan mempertahankan riayatuddin, yakni menjaga agama, aqidah, akhlak dan amaliyah yang bennar dan riayatut daulah, yakni menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).” jelasnya
Selanjutnya di acara sarasehan, KH. Afifuddin Muhajir, menjelaskan tentang perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw., pada 12 Rabiul Awal yang sering dianggap bid’ah dan syirik oleh kelompok ormas lain melalui media sosial.
“Sekelompok orang yang beranggapan bahwa perayaan maulid nabi itu bid’ah dan syirik, mereka menggunakan kaidah ‘andai perayaan maulid Nabi itu baik, pastilah mereka para Sahabat dan Tabi’in yang lebih dahulu melakukannya’. Tapi mereka tidak konsisten terhadap hal yang lain. Banyak hal baru yang tidak dilakukan Nabi tapi tak berlaku pada kaidah ini.” jelasnya
Menurutnya, perayaan maulid Nabi terdiri dari dua hal yakni bungkus dan isinya.
“Isinya maulid Nabi diisi dengan bacaan al-Qura’an, sholawat, sirah nabawiyah, mauidhoh hasanah dan sodaqoh, ini tidak bid’ah dholalah. Kemudian bungkusnya dorof zaman dan dorof makan.”singkatnya
Ia menjelaskan bahwa mendefinisakan NU dan ciri ciri NU itu penting. Ada hal yang muwahid dan mutaghoyyirun, ada yang tidak bisa dirubah dan bisa dirubah.
“Hal yang tidak boleh dirubah adalah pola madzhab. Dalam bidang tauhid atau aqidah mengikuti Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Dalam bidang fikih mengikuti Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit , Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Dalam bidang tasawuf mengikuti madzhab Imam al-Ghazali dan Imam Abi al Hasan al Syadili.” jelasnya
Ia menambahkan secara garis besar NU menumbuhkan sikap kemasyarakatan yang bercirikan pada sikap tawasuth (moderasi), tawazun (proporsional), tasamuh (toleransi), i’tidal (adil) dan amar ma’ruf nahi munkar.
“Syariat islam itu juga bentuk moderasi dari ulama kita. Sikap moderasi ini telah ditunjukkan oleh ulama kita dahulu, pada sidang pertama BPUPKI 29 Mei – 1 Juni 1945 dalam hal penentuan dasar negara. Khusunnya pada sila pertam Ketuhanan Yang Maha Esa,” jelasnya
Para anggota BPUPKI terdiri dari elit Nasionalis netral agama, elit Nasionalis Muslim dan elit Nasionalis Kristen. Dengan kesadaran yang dalam akhirnya terjadi kompromi politik antara Nasionalis netral agama dengan Nasionalis Muslim untuk menyepakati Piagam Jakarta (22 Juni 1945) yang berisi “tujuh kata”: “…dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” demi kepentingan nasional.
“Ini menunjukkan bahwa NU banyak mengambil kepeloporan dalam sejarah bangsa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi NU ini hidup secara dinamis dan responsif terhadap perkembangan zaman.” tegasnya
Lanjut KH. Afif, menjadi umat yang adil menempatkan sesuatu pada tempatnya artinya proporsional. Menurutnya dalam kaidah fikih hukum Islam ada dua azimah (hukum asli) dan ruhso (hukum alternatif). Perubahan hukum ini karena kondisi. Ada kondisi normal hukum azimah dan kondisi tidak normal hukum ruhso. Jadi fatwa hukum bisa berubah sesuai kondisi itu adil.
“Pertanyaan sama tapi terkadang jawaban beda tergantung kondisi. Ketika ada orang yang tidak pernah membunuh dan punya potensi membunuh bertanya kepada Ibnu abbas ia menjawab orang membunuh itu tidak ada taubatnya. Alasannya agar ia tidak menjadi pembunuh. Beda halnya ketika orang yang bertanya adalah seorang pembunuh, maka dijawab seorang pembunuh ada taubatnya. Artinya hukum itu mengikuti illatnya dan hukum itu bisa dikaitkan dengan hikmahnya.” ungkapnya
KH. Afif, menjelaskan NU harus mampu mewujudkan dan terus membangun peradaban perdamaian dunia melalui pendidikan, sosial dan moralitas.
“Islam telah membawa konsep dan misi peradaban yang melekat, peradaban Islam bersumber pada dîn (agama) yang berasal dari wahyu Allah. Taat pada aturan agama dan aturan yang diciptakan manusia, asal tidak bertentangan dengan syariat Islam harus diikuti. Kita wajib mentaati aturan negara, jadi orang yang tidak mengikuti aturan berarti dia tidak beradab.” jelasnya
Dalam hal politik ia menegaskan “Bepolitiklah karena ingin berjuang bukan berjuang karena politik. Berjuanglah untuk istri, bukan berjuang untuk mendapatkan istri lagi.” tutupnya
Hadir dalam acara maulid Nabi, Pengurus PCNU, KH. Moh. Hasyim Sonhaji, KH. Miftahus Surur, Camat, Polsek, Danramil Wonosari, seluruh jajaran pengurus MWC NU, Ranting NU, Banom dan Lembaga yang berada di Kecamatan Wonosari serta warga sekitar.
Pewarta: Ali Wafi