SEMARANG, Zonapos.co.id – Pada Jumat petang tanggal 3 Mei, Lapangan Pancasila Simpang Lima Semarang menjadi saksi dari sebuah acara kuliner yang sangat meriah. Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, bersama dengan Chef dan konten creator terkenal, Bobon Santoso, mengadakan sesi memasak besar-besaran nasi goreng Semarangan. Acara ini tidak hanya sekadar kegiatan memasak, tetapi juga menjadi perayaan HUT Kota Semarang yang ke-477.
Makna Kultural Nasi Goreng Semarangan Seperti apa?
Nasi goreng Semarangan dipilih bukan hanya karena rasanya yang lezat, tetapi juga karena popularitasnya yang tinggi di kalangan semua usia, dari anak-anak hingga orang dewasa. Sentuhan nilai budaya dan pariwisata, Candi Duduhan di Kecamatan Mijen diperbandingkan dengan Candi Gedongsongo, menyoroti kekayaan sejarah dan keindahan alam yang dimiliki oleh Kota Semarang.
Partisipan dan Rangkaian Acara Mbak Ita, sapaan akrab dari Wali Kota Semarang, bersama dengan Bobon Santoso, menyiapkan tidak kurang dari 477 porsi nasi goreng Semarangan, sejalan dengan tahun hari jadi Kota Semarang yang ke-477. Tidak hanya Mbak Ita dan Bobon Santoso yang turut serta dalam acara ini, namun juga dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Agustina Wilujeng, yang membuka rangkaian acara Semarang Introducing Market 2024.
Lalu Pesan Edukasi dalam penyajian Makanan Sehat Kesehatan ini seperti apa
Di tengah kegembiraan acara ini, penting untuk diingat pesan tentang kesehatan. Ada penekanan bahwa makanan yang kita konsumsi sehari-hari, termasuk nasi goreng, dapat berkontribusi pada risiko kanker jika tidak dikonsumsi dengan bijak.
Ini menjadi peringatan bagi kita semua untuk menjaga pola makan yang sehat dan seimbang.
“Acara memasak besar nasi goreng Semarangan ini bukan hanya menjadi momen kuliner, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan dan perayaan akan kekayaan budaya dan tradisi Kota Semarang. ” jelas Mba Ita
“Semoga kegiatan seperti ini dapat terus memperkuat ikatan antarwarga dan menginspirasi generasi mendatang untuk mencintai dan mempertahankan warisan budaya yang berharga ini.” tutup Mba Ita
Pewarta: Henry