KAPUAS HULU, Zonapos.co.id – Aktivitas tambang emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Nanga Suhait, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, kembali mencuat. Masyarakat di dua desa, yaitu Desa Tanjung Serat dan Desa Tanjung Harapan, melaporkan maraknya aktivitas PETI yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Mereka meminta perhatian pemerintah dan penegakan hukum yang tegas.
Seorang tokoh masyarakat yang berinisial TG (nama samaran), menyampaikan kekhawatiran masyarakat terhadap dampak dari kegiatan PETI ini. Menurutnya, selain menyebabkan pencemaran sungai, banyak warga yang mengalami penyakit kulit akibat air sungai yang tidak lagi layak digunakan.
“Tambang emas ilegal ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga berdampak langsung pada kesehatan masyarakat. Kami tidak bisa lagi menggunakan air sungai, dan banyak dari kami yang terkena gatal-gatal,” ungkap TG kepada tim investigasi media, Rabu (11/09/2024).
Hasil investigasi tim media yang turun langsung ke lapangan membenarkan bahwa kegiatan PETI masih beroperasi di kedua desa tersebut. Lebih mencengangkan lagi, aktivitas ini diduga kuat melibatkan oknum kepala desa yang berinisial TFQ. Selain itu, kegiatan ini juga didukung oleh pihak-pihak lain, seperti pemasok bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi berinisial HRD, yang menjual BBM kepada para pekerja tambang ilegal.
“Setiap mesin tambang dikenakan iuran sebesar Rp 1.500.000, ditambah iuran mingguan sebesar Rp 500.000. Ini dikumpulkan oleh oknum berinisial RS,” terang TG.
Upaya konfirmasi kepada pihak terkait, termasuk oknum kepala desa dan pihak lainnya, tidak membuahkan hasil. Beberapa nomor kontak yang coba dihubungi oleh tim investigasi bahkan memblokir akses komunikasi.
Masyarakat berharap agar pemerintah pusat, Polri, TNI, dan lembaga-lembaga terkait segera turun tangan untuk menertibkan kegiatan PETI yang semakin merajalela. Mereka juga meminta agar Undang-Undang tentang lingkungan hidup dan migas ditegakkan secara konsisten.
“Kami meminta keadilan dan keselamatan, seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang. Jangan sampai hanya segelintir orang yang meraup keuntungan, sementara masyarakat lainnya menderita,” tegas TG.
Kerusakan lingkungan akibat PETI di Nanga Suhait melanggar sejumlah peraturan, termasuk UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan. Selain itu, pelanggaran terhadap penyalahgunaan BBM bersubsidi juga diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi serta Pasal 55 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Pelanggaran-pelanggaran ini harus dihentikan segera. Kami mendesak pemerintah dan penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap para pelaku, termasuk oknum yang diduga membekingi kegiatan PETI ini,” tambah TG.
Masyarakat Nanga Suhait berharap agar keadilan dan kesejahteraan yang diamanatkan oleh Pancasila dan konstitusi dapat dirasakan oleh seluruh rakyat, termasuk mereka yang berada di wilayah pedalaman. Hingga berita ini diturunkan, tim investigasi masih mengumpulkan informasi lebih lanjut untuk mengungkap keterlibatan pihak-pihak yang mendukung aktivitas PETI tersebut.
Pewarta: Anuarman











































