BANYUWANGI, Zonapos.co.id – Anggota DPRD Kabupaten Banyuwangi dari fraksi Golkar, Sofiandi Susiadi mengecam keras adanya penyiksaan terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT) asal Banyuwangi di Malaysia yang kembali terulang.
Oleh karena itu, Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Banyuwangi melalui regulasi daerah akan mengangkat peristiwa ini ke tingkat panitia khusus (Pansus)
Ketua Bapemperda, Sofiandi Susiadi mengatakan, sebelum kejadian penganiayaan PMI di Malaysia, regulasi tentang perlindungan terhadap pahlawan devisa asal Banyuwangi telah masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) tahun 2023, yakni Perda Nomor 15 tahun 2017 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Nomenklaturnya yang dipakai saat ini sesuai UU 18/2017 yang merupakan pembaruan dari UU 39 tahun 2004, tidak lagi menyebut TKI atau buruh, melainkan Pekerja Migran Indonesia atau PMI. Karena kaitannya dengan harkat dan martabat manusia.
Dalam Propemperda tahun 2023 memang telah ada tata urutan perda yang akan dibahas. Namun, dari peristiwa yang menimpa salah satu warga Desa Sraten, Kecamatan Cluirng yang menjadi korban penganiayaan majikannya di Malaysia akan dikoordinasikan untuk dilakukan pembahasan ke tingkat Pansus.
“Kita akan berkoordinasi dengan teman-teman Bapemperda dan Pimpinan DPRD untuk ditingkatan ke Pansus. Karena ini urgen dan sangat relefan untuk kondisi kekinian sebagai bentuk perlindungan PMI ini,” paparnya.
Anggota dewan dari daerah pemilihan 5 Banyuwangi itu menambahkan, terkait kasus ini juga telah mendapat petunjuk dari Kanwil Kemenkum HAM Jatim dan Gubernur Jatim hingga Kementerian Dalam Negeri.
Atas kejadian tersebut, Bapemperda DPRD Banyuwangi juga telah menginventarisasi semua persoalan terkait dengan PMI, termasuk minimnya sosialisasi dari pemerintah.
“Jangankan pemberdayaan, jangankan bentuk-bentuk perlindungan, sosialisasi saja minim kok. Kita menyadari hal itu kelemahan dan kekurangan kita,” cetus Sofi.
Melalui momen inilah, pembahasan perda akan ditingkatkan dan dikonsilidasikan, baik kepada dinas tenaga kerja, dinas sosial, maupun dinas perlindungan perempuan dan anak. Stakeholder yang lain BP2MI, P4 sebagai instansi vertikal nanti akan dilibatkan, termasuk seluruh aktivis masyarakat yang membidangi hal ini.
Sesuai petunjuk undang-undang, yang dimaksud pemerintah itu pemerintahan pusat sampai tingkat desa. Jadi, memang harus ada sosialisasi yang masif, terstruktur, dan terprogram bersama seluruh stakeholder dari dinas dan lembaga kemasyarakatan yang ada.
“Karena masyarakat adalah bagian dari daulat rakyat bagian organisasi yang harus mendapat program-program pemerintah, dalam hal ini sosialisasi dan perlindungan PMI,” ujarnya.
Sebagai bagian dari pemerintahan, Ketua Bapemperda asal Kecamatan Cluring itu juga mengakui bahwa masih banyak kekurangan dari pemerintah daerah terhadap PMI. Maka, nantinya legislatif akan membuat publik hearing untuk merumuskan peraturan daerah tentang Perlindungan PMI supaya lebih konstruktif ke bawah.
Semua stakeholder mulai dari dinas terkait hingga pemerintah tingkat desa akan diundang, termasuk Askab, Asosiasi BPD untuk mencapai hal itu.
“Supaya sosialisasi lebih masif, lebih nampak dilakukan, sekarang kan minim sosialisasi, sehingga orang kan ingin memperbaiki ekonominya, ingin mendapatkan pekerjaan yang layak, itu kan bagian dari hak asasi manusia (HAM) yang harus kita lindungi, kita jaga, yang harus kita perhatikan secara serius dan optimal,” sebutnya.
Tahun ini Bapemperda sedang mengajukan dan sudah disetujui baik oleh pemerintah provinsi maupun Kanwil Kemenkumham Jatim terkait dengan perubahan Perda 15/2017 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang masih berbunyi tenaga kerja.
Kemudian diajukan perubahan pada tahun ini, “Insyaallah tahun ini bisa kelar, karena berbagai kasus bermunculan. Ini menjadi spirit kita untuk menyelesaikan Perda Nomor 15 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dari Banyuwangi,” pungkasnya. (Setiawan)